Jumat, 30 November 2018

Tak ada imam yang jatuh, tapi HP justru gagalkan panggilan


Refleksi HUT ke-68 Seminari Stella Maris Bogor

DEPOK - Lembaga pendidikan Seminari, sekolah khusus untuk mendidik calon-calon imam, saat ini menghadapi problem serius seiring dengan perkembangan teknologi informasi, juga pergeseran peradaban. Generasi milenial tetap tertarik mengenyam pendidikan di lembaga Seminari, tapi mereka belum terbuka pada panggilan menjadi imam.

Lebih banyak siswa Seminari memilih masuk Seminari karena tertarik pada awalnya, tapi panggilan menjadi imam belum ada atau belum jelas. Setelah dididik dan dibina di Seminari, perlahan siswa Seminari mulai memiliki panggilan yang jelas.

Ada kesan, generasi milenial yang masuk Seminari punya banyak masalah, ingin tetap bebas, tidak disiplin, susah diatur. Maka sebagian orang mulai memberi label bagi lembaga Seminari sebagai tempat penitipan anak, atau tempat yang menghimpun anak-anak bermasalah.

Rektor Seminari Stella Maris Bogor RD Jimmy Rampengan menegaskan bahwa proses formatio (pembentukan) siswa Seminari Menengah Stella Maris Bogor selama 4 tahun dan siswa Seminari KPA (kelas persiapan atas) selama 2 tahun butuh dukungan orang tua dan keluarga.

"Anak anak sekarang masuk era milenial. Mereka ingin bebas tapi pintar-pintar dan kreatif. Kendala sekarang, anak-anak seminari mulai sulit diatur. Maka itu kami membuat aturan-aturan baru, karena aturan lama masih longgar," ujar Romo Jimmy saat memberi sambutan di pesta HUT ke-68 Seminari Stella Maris Bogor kemarin (30/11).

Hand phone (HP), tegas Rektor RD Jimmy, dilarang dimiliki anak Seminari karena HP jadi sumber dari banyak persoalan, terutama mengurangi minat anak Seminari bahkan memicu anak Seminari berhenti sekolah atau keluar.

RD Jeremias Uskono (Pamong Kelas 1) juga menandaskan pihaknya bersama orang tua siswa sepakat dengan larangan HP, tapi orangtua siswa memberi fasilitas satu buah HP untuk digunakan siswa Kelas 1 di ruang kelas.

"HP tidak selalu buruk, tapi banyak disalahgunakan oleh anak-anak. Anak-anak yang sudah ketergantungan dengan HP memang kesulitan beradaptasi ketika tinggal dan sekolah di Seminari. Karena itu, pihak Stella Maris tetap akan menyediakan fasilitas satu HP untuk satu kelas, dan ke depan kami akan siapkan juga satu tablet agar siswa bisa goodling atau membuat tugas dengan menggunakan sumber dari internet," jelasnya.

Romo Jeremias juga mengungkapkan jika anak Seminari secara senyap aktif berpacaran dan berhubungan dengan teman wanita via HP dan jejaring sosial (medsos). Tidak ada aturan selama ini untuk melarang anak Seminari berpacaran, selain hanya dibimbing. Tapi keputusan Formatio Regio Jawa terbaru melarang anak Seminari berpacaran.

"Sebagai Pamong Kelas 1, saya cukup optimis dengan angkatan ini, karena intelektualnya ok, membanggakan, mereka cepat mandiri, cepat beradaptasi, dengan mudahnya mereka kompak, belajar sendiri tanpa tunggu diingatkan," kilah Romo Jeremias.

"Mesti jadi anak Seminaris yang tidak mengeluh, tapi kuat dan punya komitmen total untuk belajar di Seminari dan menjadi imam. Ikutlah Santo Andreas Rasul, Santo Pelindung lembaga kita ini, yang punya komitmen hingga mati sebagai seorang martir," tandas RD Paulus Haruno, mantan Rektor Seminari Stella Maris Bogor, dalam kotbah di Perayaan Misa HUT kemarin.

Romo Haruno juga menandaskan ihwal peran orangtua dan keluarga, bersama lembaga Seminari, dalam mempersiapkan dan mendukung pendidikan anak-anak Seminari, karena Gereja dan umat membutuhkan calon-calon imam baru. "Tidak ada Romo atau imam yang jatuh dari langit, maka kita harus siapkan sebaik-baiknya."




Tidak ada komentar:

Posting Komentar