JAKARTA - Pemimpin tertinggi umat katolik, Paus Fransiskus, Rabu (5/8), menyatakan, pihak gereja harus memberikan perlakukan yang lebih baik kepada umat katolik yang mengalami perceraian. Paus menambahkan, pasangan yang bercerai tersebut harus diperlakukan dengan belas kasih, dan tidak dikucilkan dari komunitas umat.
Menurut ajaran Gereja, umat Katolik yang bercerai dan menikah lagi, hidup dalam dosa. Hal itu dikarenakan, pernikahan pertama mereka masih berlaku di mata Gereja, dan orang-orang itu tidak diperbolehkan menerima komuni Suci.
Penekanan Paus dalam hal belas kasih menimbulkan harapan di kalangan banyak umat Katolik yang berharap dirinya bakal mencabut larangan menerima komuni, yang dianggap perlu untuk berpartisipasi penuh dalam komunitas Katolik.
Meskipun komentarnya tentang perceraian tidak menyinggung hal itu, Paus Fransiskus mengatakan, Gereja harus bisa mengubah sikapnya terhadap orang-orang yang merasa dijauhkan.
"Bagaimana kita memperlakukan orang-orang yang mengalami kegagalan dalam ikatan perkawinan mereka, dan melakukan perkawinan baru?," kata Paus.
Pihak Gereja, kata dia, harus menemukan cara untuk memberikan "sambutan nyata" kepada umat Katolik yang telah menemukan kebahagiaan dalam pernikahan kedua setelah perkawinan pertama mereka gagal.
"Orang-orang ini jelas tidak dikucilkan, dan mereka seharusnya tidak diperlakukan seperti selama ini," katanya. "Mereka harus selalu menjadi anggota Gereja."
Masalah mengenai bagaimana Gereja memperlakukan warga Katolik yang bercerai mungkin menjadi isu besar dalam pertemuan para uskup dunia di Vatikan pada bulan Oktober.
Paus juga mendesak para Pastur agar menyambut anak-anak warga Katolik yang bercerai itu.
"Anak-anak itu paling menderita dalam situasi ini. Bagaimana kita dapat mendorong para orang tua anak-anak ini untuk melakukan segalanya dalam membesarkan anak-anak mereka dalam kehidupan Katolik, kalau kita terus menjauhkan mereka dari kehidupan masyarakat seolah-olah mereka telah dikucilkan?" katanya.
Paus Fransiskus mengatakan, anak-anak sering menanggung "beban tambahan" karena dibuat merasa seperti orang buangan di paroki-paroki setempat, akibat orang tua mereka bercerai. "Sayangnya, jumlah anak-anak dan pemuda ini sangat banyak," katanya. (beritasatu.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar